Thursday 9 October 2008

Sifat Hakiki dan Asal Mula Kontrak

Sifat Hakiki dan Asal Mula Kontrak
Oleh : Ave Farra

Sebelum mempelajari kontrak, anda harus bisa menentukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dalam konteks situasi-situasi fakta yang spesifik. Sebagai contoh, anda harus tahu bagaimana cara menetapkan, apakah ada penawaran yang baik, penerimaan, dan pertimbangan yang dibutuhkan bagi suatu kontrak. Empat pertanyaan-pertanyaan dasar organisatoris adalah:
•Adakah suatu kontrak?
•Apakah kontrak dapat dipaksakan?
•Siapa yang dapat mamaksakan kontrak?
•Apakah kontrak dilanggar dan apakah perbaikannya?

Apakah Sesungguhnya Kontrak?
Suatu kontrak adalah suatu janji atau himpunan janji yang dapat dipaksakan berdasarkan hukum. Bagaimanapun, tidak semua janji adalah kontrak. Jika Bill berjanji untuk mengajak Mary ke bioskop pada waktu malam minggu tetapi kemudian berganti mengajak Judy, dapatkah Mary dengan sukses menggugat Bill atas cadera janjinya? Tidak. Jika Bill membeli suatu mobil dari Friendly Motors dan berjanji untuk membayar dalam angsuran bulanan, dapatkah Friendly Motors memaksa Bill untuk menepati janjinya jika ia berhenti membayar? Ya. Apa yang merupakan perbedaan antara dua janji ini?

Dari tahun ke tahun, Common Law mengembangkan sejumlah persyaratan pada suatu janji sebelum dapat dinyatakan sebagai suatu kontrak. Suatu dapat dikatakan sebagai kontrak jika merupakan :
1.satu persetujuan (satu penawaran dan satu penerimaan terhadap penawaran tersebut)
2.yang didukung oleh pertimbangan (dengan beberapa perkecualian)
3.diterima secara sukarela
4.oleh para pihak yang mempunyai kapasitas untuk berkontrak
5.untuk lakukan satu atau beberapa tindakan yang sah menurut hukum

Sebagai tambahannya, pengadilan memerlukan bukti tertulis pada beberapa jenis kontrak. Bab 8-14 akan mendiskusikan masing-masing unsur-unsur ini. Apabila anda mampu memahami masing-masing unsur secara penuh, anda akan mampu membedakan suatu kontrak dari satu janji yang tak dapat dipaksakan.

Mengapa Menggunakan Kontrak?
Kontrak adalah suatu alat yang di dalam segala bentuknya diperlukan oleh ekonomi pasar, dimana barang dan jasa dipertukarkan oleh orang-orang yang bertindak berdasarkan kepentingan mereka masing-masing. Orang tidak akan masuk ke kesepakatan yang menuntut pemenuhan di kemudian hari, kecuali jika mereka mengetahui, bahwa terdapat sesuatu (hukum) yang dapat memaksa orang lain untuk menepati janji mereka.
Sebagai contoh, suatu usaha kecil mungkin takut untuk menyediakan barangnya kepada suatu perusahaan besar, dalam perdagangan, dengan janji perusahaan besar itu akan membayar bulan berikutnya, kecuali jika pihak yang lemah mengetahui bahwa, terdapat pertolongan dari luar, untuk memaksa perusahaan besar tersebut membayar.
Demikian juga, seorang yang lemah tidak akan mau membayar dimuka kepada orang yang kuat atas barang-barang yang akan dikirimkan minggu berikutnya, kecuali jika orang yang lemah tersebut mengetahui bahwa, ada bantuan luar yang tersedia untuk mengambil kembalinya uangnya, jika barang-barang itu ternyata tidak dikirimkan, atau jika barang-barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan.

Satu hal lagi adalah bahwa, akan mustahil untuk memiliki satu ekonomi pasar terindustrialisasi, tanpa adanya kontrak. Sebuah pabrik tidak akan mampu menyusun perencanaan yang diperlukan bagi beroperasinya perusahaan tersebut, jika tidak bersandar pada persetujuan dengan para penyalur, untuk melengkapi bahan baku yang diperlukan dalam membuat produknya. Demikian juga, suatu industri tidak akan mampu berkomitmen untuk membeli bahan baku dan mengkontrak karyawan, jika tidak bersandar pada janji para pembeli untuk membeli produknya.
Maka, tidak mengejutkan jika kontrak diterima sebagai dasar untuk transaksi bisnis mulai dari awal sejarah. Orang Mesir dan Mesopotamia mengenal dan menguatkan kontrak ribuan tahun sebelum Masehi. Pada tahun 1603 pengadilan Common Law di Inggris mengenal kekuatan memaksa kontrak sederhana. Untuk memahami secara penuh mengapa hukum kontrak kita terbentuk menjadi seperti saat ini, kita harus melihat kepada akar historisnya.

Bagaimana Perkembangan Hukum Kontrak?
Banyak dari ketentuan-ketentuan hukum kontrak, yang akan anda pelajari di dalam bab-bab kemudian, dikembangkan pada abad-18 dan abad-19. Kondisi sosial yang ada pada waktu itu memainkan suatu peran yang kuat di dalam membentuk hukum kontrak. Kebanyakan orang yang berkontrak pada abad ke-18 dan abad ke-19, memiliki bentuk yang khas.

Orang-orang mengadakan kesepakatan satu sama lain secara langsung, para pihak sering kali mengetahui pihak lain secara pribadi, atau sedikitnya mengetahui reputasi pihak lain demi kesepakatan yang adil. Jenis barang yang dibeli dan dijual relatif sederhana, dan para pembeli memiliki pengetahuan yang cukup perihal pembelian itu untuk membuat satu pilihan yang tepat.

Abad ke-19 memperlihatkan perlakuan terhadap teori ekonomi laissez faire (pasar bebas) yang diperlakukan sebagai suatu bagian yang sangat penting dari kebijakan publik.
Pengadilan-pengadilan saat itu enggan untuk menghalangi persetujuan-persetujuan pribadi orang-orang, atau untuk melakukan semua hal yang berkemungkinan menghalangi pertumbuhan industrialisasi. "Kebebasan berkontrak" adalah aturan saat itu. Kebijakan "handsoff" ini menjadikan kontrak sebagai satu alat ideal untuk urusan bisnis. Dalam bisnis, orang mampu melakukan perencanaan ekonomi yang dibutuhkan dalam menumbuhkan industrialisasi. Mereka juga mampu membatasi atau menggeser resiko-risiko ekonomi mereka dengan menempatkan klausula di dalam kontrak, dimana mereka yakin bahwa pengadilan akan menguatkannya. Sebagai contoh, pabrik, biasanya diizinkan untuk menghindari tanggung jawab atas kecelakaan yang disebabkan oleh produk-produk mereka.

Sebagai hasilnya adalah apa yang mungkin muncul dihadapan anda, yaitu sikap keras kepala pada pengadilan. Selama seseorang dengan sukarela masuk ke suatu kontrak (dalam batas yang luas sebagaimana dibahas di Bab 13), pengadilan itu akan secara umum menguatkannya sekali pun hasil-hasil itu nyata sekali tidak adil. Adalah hal yang lumrah bagi pengadilan untuk mengatakan berbagai hal seperti, "adalah bukan urusan pengadilan untuk membebaskan orang bodoh dari konsekuensi dari kebodohan mereka".
Pengadilan secara umum juga enggan untuk mempertimbangkan argumentasi bahwa salah satu pihak tidak dengan bebas masuk kepada suatu kontrak karena pihak yang lain mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dan menggunakan kekuatannya untuk memaksa yang lebih lemah menerima klausula kontrak yang "tidak adil".

Revolusi industri yang memodernisasi Amerika juga mengubah banyak asumsi dasar dari dasar-dasar hukum kontrak. Barang yang dibeli dan dijual menjadi semakin banyak dan semakin kompleks. Para pembeli sering kali mempunyai sedikit sekali atau bahkan tanpa pengetahuan, tentang barang yang mereka beli. Orang membeli produk yang dihasilkan ratusan mil dari rumah mereka, dari para penjualnya seringkali tidak mereka ketahui.

Peningkatkan persentase persetujuan-persetujuan adalah didasarkan pada penggunaan formulir kontrak. Seringkali, orang tidak duduk bersama dan membicarakan perihal klausula dalam persetujuan mereka; sebagai gantinya, mereka menggunakan suatu formulir kontrak yang dicetak sebelum persetujuan mereka, yang lebih sering dilakukan dibandingkan mengisi blangko kosong. Setiap siswa yang sudah pernah menandatangani suatu perjanjian sewa, atau menerima suatu pinjaman pasti mempunyai pengalaman dengan formulir kontrak.
Dalam masyarakat modern, sebagian orang berpendapat bahwa banyak bagian dari ekonomi kita sesungguhnya merupakan pasar tidak sempurna atau persaingan monopolistik, dan mereka juga berpendapat bahwa teori-teori pasar bebas sudah bukan lagi merupakan dasar yang benar bagi kebijakan publik.

Sistim hukum mulai bereaksi terhadap perubahan-perubahan di dalam jalan hidup kita, berproses mengubah hukum kontrak. Banyak hubungan penting berdasarkan kontrak yang sebelumnya didasarkan kepada tawar-menawar pribadi mulai dikendalikan sampai taraf tertentu oleh perundang-undangan. Pikir sejenak tentang negara dan hukum yang mengatur kontrak ketenagakerjaan, upah minimum, jam kerja maksimum, ganti rugi bagi para pekerja, keuntungan bagi pengangguran, ketiadaan diskriminasi, dan seterusnya.
Badan pembuat undang-undang juga mempunyai, sebagai contoh, aturan yang membuat pabrik lebih bertanggung jawab atas produk yang mereka hasilkan. Sering kali, campur tangan publik kepada kontrak pribadi ini dibenarkan sebagai satu usaha untuk melindungi mereka yang kurang mampu untuk melindungi diri mereka sendiri dengan menawarkan klausula kontrak yang adil.

Banyak pengadilan juga mulai menggeser penekanan mereka dari melindungi bisnis dan mempromosikan industrialisasi kepada perlindungan bagi konsumen dan para pekerja. Saat ini, pengadilan secara umum mau mempertimbangkan dan memperhitungkan pembelaan yang didasarkan pada ketidaksamaan posisi tawar para pihak, dan mereka boleh menolak untuk menguatkan suatu kontrak, atau bahkan menulis kembali kontrak-kontrak untuk menghindari ketidakadilan. Kebanyakan pengadilan yang modern juga, sebagai contoh, cenderung untuk memandang dengan kecurigaan yang besar kepada pabrik atas usaha mereka untuk membatasi tanggung jawab terhadap produk-produk mereka menggunakan kontrak.

Kenyataannya adalah pembeli tersebut adalah konsumen. Mungkin aman untuk mengatakan bahwa kecenderungan terhadap pengaruh peradilan dan legislatif ke dalam kontrak pribadi akan berlanjut untuk waktu mendatang.
Meski demikian, bagaimanapun juga, konsep bahwa suatu kontrak adalah satu persetujuan, yang mana setiap pihak dapat masuk ke dalamnya dengan bebas, masih merupakan dasar untuk memaksa, sebagian besar kontrak pribadi saat ini. Hukum kontrak terus berubah dan bertemu dengan tantangan dan kondisi baru. Perdagangan on-line menyebabkan banyak aturan kontrak perlu diperiksa kembali.
...................................................................................
(leave your comment, please...)
avefarra@yahoo.com

2 comments:

Anonymous said...

menurut saya outsourcing di Indonesia itu seperti mimpi buruk and kalo di luar negri hal itu sudah biasa, setuju gak anda dengan saya?

avefarra@yahoo.com said...

Ave said :
Benar, saya setuju dengan anda.
Fact mengatakan demikian.
Tapi jika yang anda maksudkan adalah, apakah kita sudah layak menerapkan pola hubungan kerja seperti itu, saya kurang setuju..
Kita harus melihat apakah masyarakat kita telah cukup kuat menerimanya, apakah infrastruktur, hukum, perlindungan buruh, perlindungan konsumen, jaminan sosial, sudah mencukupi. Ataukah ini hanya akan menguntungkan sebagian kelompok masyarakat, yang terbius oleh lompatan besar dunia ini, dan melupakan tujuan utama pertumbuhan ekonomi?