Monday 18 August 2008

kepada adik ku...

Indonesia, 19 Agustus 2008
3:34 AM

Duh, knapa ya, adik tuh kayaknya ngeluh terus...
Jangan githu tho dik...

Coba sekali2 liat ke bawah...
Coba sekali2 memikirkan kesulitan orang lain...
Yang bahkan tak pernah terbayang oleh kita, bentuk kesulitannya...
Atau yang hanya akan menggangu selera makan malam kita, tatkala kita dengar...

Masih banyak orang yang gak bisa makan, minum, gak punya rumah...
Gak punya sodara buat saling berbagi...
Gak punya ibu bapak buat dimintai pertolongan...
Gak punya temen, buat berbagi cerita...

Jangankan buat sekolah dan internetan,
buat makan hari ini aja mereka harus cari dulu...

Mas dulu percaya...
Di Indonesia, walo semiskin apapun, pasti masih bisa makan..
Gak mungkin kita mati kelaperan...
Tapi Mas sekarang gak percaya lagi...

Ternyata, buat sekedar bertahan hidup...
dan menjaga nafas tetap berhembus..
dan jantung tetap berdetak pun, kita harus bekerja keras...

Dik, nikmatilah hidupmu...
Gak banyak kok orang yang seberuntung Adik...

Kita tuh kadang gak sadar aja...
Dan kurang dapat bersyukur atas apa yang telah kita peroleh...
Buktinya, kalo kita disuruh nyebutin apa yang kita gak punya... pasti lancar banget...
Tapi, kalo disuruh nyebutin apa yang kita punya... pasti mulai bingung...

Cita untuk menjadi lebih baik, sah-sah aja...
Tapi jangan sampai ia menodai hidup kita saat ini...
Dengan segala kegalauan dan keluh kesah...

Dik, berjanjilah,
Besok pagi, saat engkau melihat cahaya matahari untuk pertama kali...
Ucapkan...
"Terima kasih Tuhan...
atas karunia yang telah engkau beri...
embun pagi dan sinar matahari yang menyertainya...
telah Engkau ciptakan semua, sedemikian sempurna...
Terima kasih Tuhan..."

Berjanjilah Dik...

(tanpa bermaksud meng-guru-i, atau menyalahkan)
Miz_U
Mas_Moe..

Saturday 9 August 2008

Arung Jeram

Palembang, August, 3rd 2008, 09.00 pagi hari..
Selesai sudah saya membaca bukunya Parlindungan Marpaung, “Setengah Isi Setengah Kosong”, 2008, MQS Publishing.
Pada kisahnya yang ke-11, berjudul Arung Jeram, disana dikisahkan bagaimana arung jeram adalah olahraga dengan resiko tinggi. Sarat dengan standar dan prosedur yang harus ditaati, demi keselamatan dan kenyamanan bersama.
Perahu karet yang digunakan pada awal perjalannya, berjalan mulus dari titik start. Semua peserta bersiap, sang kapten, para pendayung, dengan segenap tekad dan kemampuannya. Beberapa saat setelah start, mulailah sang perahu dan penumpang didalamnya terhentak, berayun, dan terlontar.
Semakin jauh perjalanan, semakin keras deburan arus yang harus dihadapi, batuan, pusaran air, karang.

Sang kapten (skipper), berteriak, memberi komando, instruksi, perintah, teguran, yang kian lama kian galak.
Para pendayung, dengan ketulusannya, menyerahkan segenap kepercayaan kepada sang kapten. Tak ada sangkalan, tak ada bantahan, interupsi, maupun sikap ketidakpatuhan.
Semua didedikasikan untuk keselamatan dan tujuan akhir yanh telah disepakati semenjak awal perjalanan, yaitu menjadi kelompok yang mampu mencapai garis finish dalam waktu tercepat.

Demikianlah gambaran “perahu” organisasi perusahaan saat ini. Bagi perusahaan yang telah berusia puluhan, atau bahkan ratusan tahun, akan mampu merasakan dengan mudah bagaimana perubahan dari “ketenangan start”, “goncangan paruh perjalanan”, tanpa kepastian, kapan dan dimana titik “finish” akan dicapai.

“Perahu” perusahaan pun tak selamanya berada dalam posisi “menguntungkan. Pun saat-saat tersulit pernah dilalui. Disinilah uji ketabahan, kekompakan, kepatuhan, dedikasi, hingga berserah diri mempercayakan sepenuhnya masa depan pribadi, pada visi dan misi yang telah dirumuskan oleh pemimpin perusahaan.

Kini tiba saat dimana “perahu”, berhadapan dengan jalan lurus. Kemudian apa yang terjadi?
Dalam kecepatan yang luar biasa semua dipertaruhkan demi kecepatan. Ia adalah satu-satunya hal yang didongkrak. Semua dikorbankan demi sang kecepatan. Bobot dikurangi, tenaga diganti dan ditambah, formasi diperbaiki.

Namun satu hal yang sangat memprihatinkan. Pada masa seperti ini, etiskah bagi sang maharaja skippe, untuk melemparkan sang pendayung yang terburuk ke dalam lubuk jeram yang berputar-putar. Ke dalam perut sang maut, yang selalu menguntit dengan pedang terjepit.
Maharaja Skipper berteriak “Cut Cost..!!!” dalam setiap hembusan nafasnya. Demi efisiensi, berkedok rasionalisasi demi kepentingan bersama.

Lebih dari itu, mereka lupa, secara makro, tujuan perusahaan adalah memakmurkan semua orang. Bukankah mereka akan menjadi tujuan akhir produk yang dihasilkan. Bagaimana mungkin menjual sepatu Nike seharga Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 50 bulan, pada masyarakat yang mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan jatah BLT untuk 3bulan.

kerja

Kerja adalah bagian dari ke-manusiaan kita. Hidup dan kerja tidak dapat dipisahkan. Ketika kita baru terlahirkan pun kita telah tak terpisahkan dari kerja. Natuurlijke Persoon ini berkerja dalam bentuknya sendiri. Menangis, tertawa, marah, dalam mencapai tujuannya.

Seiring perjalanan waktu, sampailah ia pada masa “usia kerja”. Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang mendasar, tuntutan sosial (keluarga, masyarakat), memaksa ia untuk masuk ke “dunia kerja” yang sebenarnya.

Disanalah, dalam “the real world”, ia berada. Disambut dengan tingginya tingkat persaingan, banyaknya pengangguran, kecilnya lapangan kerja, rendahnya tingkat upah minimum, kebijakan pemerintah yang cenderung hanya berpihak pada kepentingan pengusaha, bahkan lembaga legislatif pun, yang secara filosofis adalah representasi dirinya, tak (mampu) membantu.

Pun tak dapat disangkal, hal ini didukung lagi dengan lemahnya lembaga perlindungan tenaga kerja.

KH.Umar 126, 09082008.18.49

gelar bangsawan dan pengaruhnya terhadap rasa kebangsaan


Dasar pemikiran di beradakannya Gelar Bangsawan adalah memberikan suatu “tanda” yang melekat pada nama, yang diyakini lebih kekal dibanding sarana lain (sertifikat misalnya..red).
Gelar ini diberikan kepada orang yang dinilai telah memberikan kontribusi besar kepada bangsa yang memberikan gelar.
Penilaian besar kecilnya adalah relatif, dengan dibandingkan pada seluruh anggota bangsa.
Bagi pemberi kontribusi terbesar, relatif terhadap yang lainlah, akan diberikan gelar tersebut.
Si penerima kemudian secara “instant” memasuki wilayah baru.
Dan hal ini bukan tanpa akibat.
Semangat untuk tetap menjaga status terus terjaga, atau bahkan semakin menggelora.
Banyak hal besar yang kemudian muncul.
Ide-ide baru ini hanya menunggu saat yang tepat untuk dapat direalisasikan.

Namun, pola diatas, hanya akan berjalan efektif, hanya jika :
1. Terjaganya nilai-nilai kebanggaan dan hormat terhadap “Gelar-gelar tersebut”. Patutlah untuk menjadikan Gelar tersebut bagai World Cup, dalam dunia persepakbolaan. Atau sebagai “Kulit putih, bersih, dan merona” bagi kaum wanita target market nya produsen Kosmetik.
2. Gelar ini adalah masuk dalam ranah kebutuhan akan aktualisasi diri. Menurut Maslow, manusia hanya akan memikirkan ini, jika kebutuhan dalam level dibawahnya telah terpenuhi.


holiday-an at KH.Umar 126, Pagaralam 09082008.05:36PM

Monday 4 August 2008

selamat ulang tahun…

selamat ulang tahun… kami ucapkan…
semoga panjang umur…
sehat dan sentosa…

bait itu…
bait sederhana yang mampu membawa angan kita terbang…
ke masa kecil kita
kala itu…
saat paling indah dalam hidup kita
berbahagia dengan segala kepolosan kita
berbahagia dengan sepenuh hati kita

namun, sekarang segala telah berubah…
walau semakin keras hingar bingar tawa pesta kita dengar…
walau, semakin riuh ribuan ucapan selamat kita dengar…
walau semakin merdu musik dan dentingan cawan kita dengar…

diantara itu semua…
tak adakah tersisa satu
yang mau mendengar…
jerit mimpi kita yang tertekan
jerit hati kita dan luapan kepedihan kita
yang terpendam jauh dibawah sana
yang bahkan kadang kita pun ingin mengingkari
keberadaannya…

tak ada lagi kejujuran mimpi…
tak ada lagi kebahagiaan yang tulus
kemana itu semua
kemana perginya mereka

sesuatu… yang mulai tumbuh dalam diri kita
semua… yang berada di sekitar kita…
telah membuat kita menggeser nilai-nilai
kepercayaan kita…
mimpi kita

apa yang telah dapat membuat kita sangat berbahagia seperti dulu…
sekarang bahkan ia tak mampu membuat kita berhenti memaki…
ada apa ini?
ada apa…
ada apa…

ternyata…
bahkan sekarang kita tak tahu bahwa kita tak tahu
perubahan yang terjadi dibalik kulit kita sendiri…
perubahan dibalik tempurung kepala kita
diantara lambung dan paru-paru kita…

ternyata…
semakin sedikit sisa waktu yang ada…
telah menyisakan semakin banyak tugas untuk kita…

ternyata…
akhir dari semua…
akhir dari hangar binger pesta masa kecil kita…
akhir dari bait-bait lagu yang terucap untuk kita…
menyisakan beban tugas yang semakin berat…
yang semakin kita tak tahu dimana akhirnya…

penuh dengan hasutan mimpi dan cita-cita…
dibawah tekanan keadaan dan realita
yang terus memberi nafas dalam setiap langkah hidup kita…
langkah kecil dalam rangkaian langkah tak berhingga…
sebagai bagian dari proses yang ada di semesta…
sebagai mata rantai dalam proses evolusi…
proses panjang
untuk menjadi semakin baik,
untuk menjadi yang terbaik…
untuk dapat menyelesaikan tugas seorang anak manusia
menulis buku sejarahnya sendiri…

selamat ulang tahun… kami ucapkan…
semoga panjang umur…
sehat dan sentosa…

sela-sela jam kerja yang padat…
pukul 10.40 – 10.55 wib
tanjung sakti, jumat 17 juni 2005

Friday 1 August 2008

keterpurukan yang disyukuri

Seratus tahun sudah, kebangkitan bangsa kita.
Dapat dengan mudah kita lihat hasil-hasil kebangkitan itu, hanya cukup dengan membandingkan keadaan kita saat ini dan masa seratus tahun silam.
Patut disyukuri memang.
Namun, kita tetap harus waspada. Gemerlap prestasi pembangunan yang membius kita itu, menyisakan celah ketimpangan pemerataan hasil-hasilnya.
Gelar manusia terkaya se-Asia, telah dianugerahkan terhadap salah satu saudara kita.
Putera bangsa yang telah dibesarkan oleh Ibu Pertiwi yang terisak.

Pagaralam, August 1st, 2008